Selasa, 09 Agustus 2011

Rawan Kontrak Bawah Tangan

MALANG - Salah satu aturan baru yang ditetapkan PSSI di liga mendatang adalah pembatasa harga pemain. Pemain lokal walaupun berlevel tim nasional (Timnas) maksimal hanya akan menerima bayaran Rp500 juta saja per tahun.

PSSI tampaknya ingin membatasi meluapnya pengeluaran klub yang bisa membebani neraca keuangan. Namun tetap saja langkah itu masih menyisakan sejumlah kelemahan. Selain bertentangan dengan semangat sepakbola industri, juga rawan terjadi penyimpangan.

Menurut Media Officer Arema FC Sudarmaji, penyimpangan yang rawan terjadi adalah kontrak di bawah tangan. Artinya, nominal kontrak yang diterima pemain bisa lebih besar dari yang tercantum di atas kertas. Sebab tak semua pemain mau menerima pemotongan gaji.

"Saat ini pemain berlevel timnas pasti mempunyai harga kontrak di atas Rp500 juta. Apa mereka mau harganya dipotong menjadi maksimal Rp500 juta saja? Ini bisa menjadi masalah karena bisa terjadi negosiasi bawah tangan antara klub dengan pemain," cetus Sudarmaji.

Selain itu, mantan wartawan ini juga mengkritik upaya PSSI untuk menciptakan sebuah iklim industri di sepakbola. Pembatasan harga pemain lokal menurusnya memupus hukum pasar karena pemain bisa memilih berkarir ke luar negeri untuk mencari gaji lebih besar.

Sedangkan di sisi lain, pemain asing termasuk marquee player tidak ada pembatasan harga. Seharusnya, kata dia, harga yang kompetitif justru diberlakukan untuk pemain lokal agar terpacu untuk menjadi lebih baik.

"Lihat saja (Ahmad) Bustomi. Saya yakin semua klub tidak akan tega menggajinya Rp500 juta dengan kualitas seperti itu. Jujur saja ini menjadikan kami bingung, karena seharusnya pemain lokal yang mendapat penghargaan dengan kontrak tinggi, bukan pemain asing," tambah Sudarmaji.

Soal durasi kontrak minimal tiga tahun juga memberatkan klub jika dibayar 25% di muka. Selama ini klub-klub menganut aturan PSSI membayar di muka 25% dari nilai kontrak, sedangkan sisanya dibayar per bulan sebagai gaji. Ini dianggap membebani keuangan klub.

Arema pun menyiasati dengan sistem lain, yakni membagi total nilai kontrak dengan masa kerja pemain. "Itu lebih sederhana dan diberlakukan di Eropa. Kalau harus bayar uang muka dulu, biasanya klub keteteran di akhir musim," tandasnya.

Kebingungan juga dialami klub Persema Malang. Irfan Bachdim yang berstatus pemain lokal walau berwajah impor, kadung dikontrak Rp1,5 miliar per musimnya. Sedangkan berdasar aturan PSSI, Irfan adalah pemain lokal yang maksimal harus menerima Rp500 juta.

Pemotongan gaji? Inilah yang masih terus dirundingkan manajemen Laskar Ken Arok. "Aturan mengharuskan demikian. Kita akan berbicara dengan Irfan Bachdim soal solusinya bagaimana. Kami berharap dia bisa memahami aturan itu karena semua pemain lokal mengalami hal yang sama," kata CEO Persema Didiet Poernawan.

Persoalan gaji ini jelas memusingkan klub pemilik Stadion Gajayana. Di sisi lain mereka 'tak tega' melakukan pemotongan gaji, namun klub juga harus mentaati aturan PSSI. Bisa dibayangkan, jika menganut aturan PSSI, maka duit Irfan Bachdim bakal raib Rp1 miliar per musim.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host